30 Oktober 2009

Jika Hijau Berarti juga Tamak

Sebuah penelitian psikologi yang mencoba membaca konsumen hijau menghasilkan kesimpulan yang terasa ironik. Mereka, kosumen hijau itu – yang jika berbelanja barang tidak lagi memakai plastik, yang berbelanja di toko yang masuk standar hijau, yang barang dibelinya didasarkan pada pertimbangan sejauh mana barang itu diproduksi menurut standar hijau – ternyata memang dipersepsikan jauh lebih “baik” atau bersifat utilitarian dibandingkan konsumen “konvensional”. Namun pada saat yang sama, konsumen hijau juga tampak “tamak” dalam arti “kebaikan” mereka, dengan selalu membeli barang/jasa yang masuk standar hijau, itu akan “dioffsetkan” dengan melakukan “keburukan” yang tidak masuk dalam standar [kebaikan] hijau mereka.

Ini dibuktikan dengan 3 permainan yang dilakukan dalam penelitian itu. Dalam permainan pertama, peserta diharuskan membuat daftar apa yang menjadi kriteria bagi konsumen hijau dan konsumen konvensional. Hasilnya adalah konsumen hijau dipersepsikan lebih kooperatif, etis dan utilitarian dibandingkan konsumen konvensional. Kemudian peserta yang sama dimasukkan dalam permainan kedua, dimana mereka diharuskan membagi uang mereka dengan orang yang mereka tidak kenal untuk dibelanjakan di toko “hijau’ dan atau toko “konvensional. Ternyata peserta yang membeli produk hijau lebih sedikit membagi uangnya dengan mereka yang belanja di toko konvensional. Dalam permainan ketiga, dengan memakai permainan komputer yang memberikan keuntungan finansial justru ketika hasil yang buat tidak sesuai dengan skema, ternyata peserta yang membeli produk hijau cenderung berani untuk menilap uang dibandingkan mereka yang belanja produk konvensional.

Memang terasa aneh, tapi dalam banyak hal manusia mungkin seperti itu: gak mau rugi dan selalu ingin melakukan barter, dalam hal ini secara intrinsik, baik disadari atau tidak. Dalam banyak hal ini perilaku mereka sama dengan perilaku orang relijius: semakin relijius, semakin gampang membuat teritori [baik/buruk, kafir/soleh] dan karenanya cenderung ke arah melakukan “kekerasan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar