23 Oktober 2008

Harga minyak turun lagi: tetap kuatkah kebijakan energi terbarukan? [2]

Turunnya harga minyak dan pengaruhnya pada tertatih-tatih-nya [kembali] implementasi kebijakan energi alternatif, ternyata punya sejarah nyatanya. Ini terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Pada waktu itu, harga minyak yang tinggi akibat krisis minyak 1972-1973 dan 1979, telah menyebabkan Amerika Serikat menoleh pada energi alternatif seperti angin. Tetapi kebijakan yang menyokong energi alternatif itu tiba-tiba langsung ambruk ketika harga minyak, terutama di awal tahun 1983-an dst, terus turun.

Sekarang juga kejadiannya hampir sama. Kebijakan energi alternatif mulai menghadapi musuh sebenarnya: harga fosil fuel yang rendah.

Dalam pandangan saya, ini merupakan hal yang wajar karena, sepertinya kebijakan energi alternatif terlalu digantungkan pada naik-turunnya harga energi fosil; yang sebenarnya, secara ekonomi, masuk akal. Tetapi itu juga menunjukkan tidak 'merdeka'-nya kebijakan energi alternatif itu.

Nah di Indonesia, kebijakan energi alternatif, tidak hanya digantungkan pada volatilitas harga bahan bakar fosil, tetapi juga sebagai sarana untuk mengurangi kemiskinan. Sehingga seharusnya, kebijakan energi alternatif, terutama yang padat karya, seperti biofuel, bisa terus dilanjutkan tanpa harus tergantung pada naik-turunnya harga bahan bakar fosil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar