Sering kali kita dengan nyaman dan tanpa bertanya kembali menyakini bahwa 20% GRK itu berasal dari deforestasi. Angka itu seperti aksioma. Ketika pertama kali angka itu muncul, banyak tentangan dari negara-negara berhutan yang menyakini angkanya sebenarnya lebih kecil. Tapi, tak ada tandingan yang menyajikan data sebaliknya dan angka 20% diterima begitu saja.
Dari sini, saya kira, kemudian tiba-tiba hadir sejumlah inisiatif yang mencoba menggiring keterlibatan negara-negara berkembang dalam mengurangi laju GRK. Sebuah perjanjian internasional baru dan mekanisme baru perlindungan hutan dijanjikan dibuat dengan keterlibatan negara berkembang terutama negara-negara berhutan tropis. Rencananya perjanjian dan mekanisme itu dibuat untuk menggantikan Protokol Kyoto – yang hanya berlaku bagi negara maju – yang keberhasilannya masih ditunggu oleh kita bersama.
Angka 20% itu lama kelamaan tidak ada lagi yang mempertanyakan kesahihannya. Bahkan, saya sampai menyakini bahwa angka 20% itu mempunyai dasar perhitungan dan jangka waktu yang sama dengan GRK dari tenaga fosil, misalnya transportasi. Padahal, semestinya ia tidak dibaca demikian. Angka 20% itu ternyata adalah angka rata-rata GRK yang dikeluarkan oleh deforestasi pada tahun tertentu, bukan merupakan akumulasi angka sebagaimana GRK tenaga fosil. Sehingga jika mengikuti angka historisnya, misalkan dihitung dari sejak tahun 1850 [yang sampai sekarang belum ada angkanya], GRK dari deforestasi seharusnya lebih kecil dari itu. Satu wawancara dengan seorang ilmuwan dari Brazil, Gilberto Camara, akhir-akhir ini juga menyatakan bahwa angka GRK dari hutan itu terlalu dibesar-besarkan.
Bukan tujuan saya agar negara-negara berkembang tetap membabat hutannya atas nama “keadilan” atau “persamaan hak” dengan apa yang [pernah] dilakukan oleh negara-negara maju; tetapi hanya ingin menjadi pengingat saja bagi kita agar berhati-hati dalam mempergunakan angka.
Saya coba sajikan data dari World Resources Institute tentang berapa jumlah dan dari sumber mana saja GRK yang dihasilkan pada tahun 2005. Data tahun 2005 ini disebutkan oleh WRI merupakan data yang paling komprehensif dalam menghitung jumlah GRK dan sumbernya dalam tahun tertentu. Bandingkan pula dengan data GRK dari tahun 2000 yang juga dipunyai oleh WRI. Akan kelihatan bahwa sumber GRK dari non-deforestasi masih lebih dominan dan seharusnya kita coba selesaikan masalah itu dulu. Jangan buru-buru perhatiannya pindah ke isu hutan karena secara ekonomis lebih murah biaya adaptasi dan mitigasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar