24 November 2014

Urang Kanekes bisa Matematika?

Urang Kanekes atau orang banyak sebut sebagai Orang Baduy, tinggal di Kabupaten Lebak, Banten. Mereka dikenal melarang warganya mengikuti sekolah yang diselenggarakan pemerintah. Dalam kondisi itu, ternyata mereka mempunyai kecerdasan sendiri dalam matematika. Dalam tulisan yang diterbitkan oleh International Journal of Education and Research, para peneliti menemukan satu pola pemakaian matematika oleh Urang Kanekes dalam teknologi anti tikus yang dipakai di bawah leuit (tempat menyimpan padi) mereka. Peneliti menyebutkan bahwa perhitungan matematika dalam membangun "Geuleubeug" telah efektif mencegah tikus masuk ke dalam leuit. Tentu Urang Kenekes tidak menjelaskan perhitungan mereka dalam bahasa matematika orang sekolahan, peneliti ini yang kemudian "menerjemahkannya" ke dalam bahasa orang yang mengikuti pendidikan formal-Barat.

Yang menarik dalam tulisan ini adalah tidak hanya dalam membela "kecerdasan" Urang Kanekes (dan gaya hidup Urang Kanekes yang mereka anggap penuh kejujuran; ok. ini sedikit romantis), tetapi juga menunjukkan bahwa sistem pembelajaran yang baik adalah dengan menghadapkannya dengan lingkungan sekitar yang harus "dimengerti dan kemudian "ditaklukkan". Pembelajaran problem solving.



Bagi saya sendiri, ini tantangan tersendiri dalam "menerjemahkan" kecerdasan atau pengetahuan lokal ke dalam bahasa-bahasa kecerdasan yang mainstream yang kebanyakan dipengaruhi Yunani-Romawi-Islam-pencerahan Barat ini. Dalam halnya masyarakat adat, jika tidak jatuh pada romatisisme (tuh kan mereka juga paham matematika karenanya mereka hebat (walau sebenarnya pelan-pelan wilayah hidup dibatasi dan bahkan masyarakat adat lain disingkirkan), arah lainnya menuju ke penghakiman dan pelan-pelan penyingkiran. Dalam arti ketika dipahami "cara kerjanya" dengan disamakan dengan "cara kerja mainstream", maka prosesnya kemudian adalah "cara kerja mainstream" inilah yang dipakai terus menerus sehingga cara kerja masyarakat adat itu pelan-pelan menghilang.

Tantangannya adalah menjadikan proses "penerjemahan" ini membuat dua atau lebih kecerdasaan lain, yang berbeda-beda, beragam itu tetap hidup, berdampingan, berkonflik mungkin, namun tetap saling menguatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar