26 Maret 2010

Berebut Dana REDD

Iming-iming akan masuknya uang ke dalam negeri sebagai balasan usaha Indonesia mengurangi laju deforestasi dan menaikkan penyimpanan karbon di hutan, sebagian memang sudah ada, telah menarik tinggi ego masing-masing sektoral [atau tepatnya, ego sektor kehutanan].

Kementerian Kehutanan [dulu, Departemen Kehutanan] berencana membuat lembaga atau yayasan sendiri untuk mengelola dana tersebut dengan nama National Forest Trust Fund. Dengan demikian, ia sudah keluar dari kerangka Indonesian Climate Change Trust Fund, sebuah yayasan khusus yang dibuat oleh Bappenas dan telah diluncurkan pada 14 September 2009. Pada awalnya ICCTF ini dibuat sebagai "pengumpul" semua dana-dana yang berasal dari luar yang berhubungan dengan isu perubahan iklim di Indonesia. Di bawah ICCTF ini ada biro yang khusus mengatur soal kehutanan.

Dalam catatan saya, ini gerakan kedua Kemenhut dalam hiruk pikuk perdebatan hutan dan perubahan iklim. Sebelumnya, Kemenhut telah membuat "perjanjian" dengan Dewan Perubahan Iklim agar membiarkan Kemenhut berjalan sendiri mengurus soal perubahan iklim dan hutan, termasuk soal REDD.

Alasan kenapa Kemenhut harus membuat yayasan sendiri dan keluar dari kerangka ICCTF adalah karena, menurut Kemenhut, ICCTF tidak dipercaya oleh para donor karena pengelolaannya dilakukan oleh negara. Selain itu ICCTF berada di Indonesia, di mana aturan mengenai trust fund-nya belum ada dan dikenakan pajak yang besar [17%].

Karena itu, rencananya Kemenhut akan membuat yayasan itu berada di luar negeri sehingga tidak akan kena pajak dan, karena berada di asing, bisa lebih dipercaya oleh donor.

Orang CCTF membantah kekawatiran Kemenhut itu dengan mengatakan bahwa ICCTF hanya mengatur soal programnya sedangkan uangnnya akan dikelola oleh lembaga independen.

Apapun, dua contoh ini sekali agi memperlihatkan lemahnya koordinasi antar sektor dalam menanggapi isu perubahan iklim ini. Memang, sektor kehutanan merupakan sektor yang lebih maju dalam persoalan perubahan iklim ini; tapi tidak harus "kemajuan" itu dipakai untuk berjalan sendiri. Melakukan koordinasi dengan sektor lain penting untuk melihat sejauh mana program yang akan dilakukan oleh masing-masing sektor tidak saling tumpang tindih.

Gampangnya, REDD pasti akan berhubungan dengan soal penggunaan lahan dan di Indonesia yang punya kepentingan dengan lahan bukan hanya sektor kehutanan. Ada sektor lain yang juga penting diperhatikan: pertanian, energi dan Pekerjaan Umum, untuk mendata beberapa sektor yang mungkin terlibat. Belum lagi bicara soal desentralisasi yang melibatkan pemerinatahn daerah. Jika tidak ada kesepahaman dalam soal penggunaan lahan ini, saya rasa, kinerja REDD juga tidak akan maksimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar