11 Januari 2010

Pencemaran Laut Timor: Pemerintah Indonesia Jangan Hanya Diam

Tak terasa sudah enam bulam sejak insiden kebocoran minyak dari wilayah eksploitasi Montara, Australia yang menyebabkan pencemaran sampai ke Laut Timor, Indonesia. Sepertinya keadaan makin bertambah buruk: laut berubah warna, kemunculan ikan Paus berkurang, beberapa biota laut menghilang [mis, Sarden] yang berdampak besar pada nelayan yang menggantungkan hidupnya dari keberadaan Laut Timor. Tapi pemerintah Indonesia menghadapinya dengan santai.

Pemerintah Indonesia memang membentuk badan ad-hoc [sebuah "penyakit" negara ini, yang gampang membentuk badan baru, lembaga baru, dengan kerja yang tidak jauh beda dengan badan resmi yang coba digantikan/dibantu perannya] bernama Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor yang dibentuk oleh Deplu sekitar 3 bulan yang lalu. Namun Tim ini seperti belum efektif bekerja; karena sampai sekarang belum menyampaikan hasil penelitian mereka atas dugaan pencemaran itu. Nantinya, hasil laporan tim itu akan menjadi dasar bagi Deplu untuk bergerak. Atas alasan belum diterimanya laporan penelitian dari tim itu, Deplu terkesan diam saja dihadapan Pemerintah Australia ataukah karena ada alasan lain yang berhubungan dengan hubungan politik dua negara tetangga ini?

Berikut adalah siaran pers dari YPTB:

Siaran Pers:
*Laut Timor Tercemar Sangat Dahsyat Masyarakat Indonesia di Timor Barat Diabaikan *

Fakta demi fakta pencemaran Laut Timor yang diupayakan dan dikumpulkan oleh Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dengan membangun aliansi bersama masyarakat dan organisasi serta pakar lingkungan di Timor Barat-Rote Ndao-Sabu-Alor-Sumba,Jakarta termasuk Timor Leste dan Australia telah membuktikan dengan sangat signifikan dan meyakinkan bahwa Laut Timor telah tercemar sangat dahsyat akibat dari ledakan ladang minyak Montara pada 21 Agustus lalu,dan telah mengakibatkan kerugian ekonomis yang sangat besar bagi masyakat pesisir Laut Timor khususnya dan masyarakat umumnya serta
kerusakan ekologis di Laut Timor. Akan tetapi Pemerintah Republik Indonesia hanya menanggapinya dengan sangat santai bahkan terkesan mengabaikan saja pencemeran ini seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Bahkan, lebih celaka lagi ada oknum aparat Pemerintah Indonesia yang berbicara seolah-olah menjadi juru bicaranya Australia dalam soal pencemaran laut Timor ini.

Penegasan ini disampaikan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB),kepada pers di Kupang,Minggu (10/01). Buktinya, kata mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia ini bahwa Tim Nasional Penanggulangan Pencemaran Laut Timor yang sejak diumumkan pembentukannya oleh Departemen Luar Negeri Indonesia yang sudah hampir tiga bulan lalu itu hanyalah sebagai sebuah slogan belaka karena tidak berani secara terbuka mengumumkan secara tegas dan resmi bahwa laut Timor telah tercemar dan mengambil langkah-langkah untuk menuntut ganti rugi dari Australia.

Departemen Luar Negeri Indonesia dinilainya hanya mencuci tangannya saja dengan alasan,belum bisa mengambil tindakan diplomasi lanjutan terhadap Australia dikarenakan belum menerima hasil penelitian dari Tim Nasional Pencemaran Laut Timor. Bagaimana bisa ada hasil penelitian sementara tim nasional yang dibentuk tersebut hanya ongkang-ongkan saja di Jakarta. “Tindakan aparat Pemerintah Pusat Ini sebagai sebuah pelecehan dan pengabaian terhadap eksistensi masyarakat dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Ironisnya,kata penulis Buku Skandal Laut Timor,Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra Jakarta ini bahwa apakah oknum aparat Pemerintah Pusat dan daerah mengetahui dan paham tentang masalah lingkungan adalah merupakan masalah universal sehingga tidak memiliki batas dan ruang wilayah khusus bagi kelompok masayarakat,suku bangsa dan Pemerintahan tertentu di dunia ini akan tetapi merupakan kewajiban bersama seluruh umat manusia di dunia ini untuk menjaga dan melestarikannya.

Tindakan oknum aparat Pemerintah ini sangat kontradiktif dengan komitmen Pemerintah Republik Indonesia tentang pelestarian lingkungan yang diperjuangkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum lama ini di Copenhagen dalam Konferensi Perubahan Iklim,katanya. Kepada pers di Kupang,Tanoni menyampaikan juga ringkasan hasil survei yang dilakukan oleh Richard Mounsey ahli manajemen Perikanan dan mantan Kepala Urusan
Perikanan,Kelautan dan Lingkungan Hidup tahun 2000-2002 Pemerintahan Transisi Timor Timur- UNTAET (United Nations Transitional Administration On East Timor) dengan bantuan dari staf dari kantor Sekretaris Negara Timor Timur Wilayah Oecusse dan Departemen Perikanan di Oecusse.

Atas permintaan YPTB dan Sekretaris Negara Timor Leste Wilayah Oecusse. Kegiatan memancing selama beberapa tahun terakhir di Oecusse sampai bulan September 2009 relatif stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan. Namun pada minggu kedua bulan September 20'09 hasil tangkapan menurun tajam sekurang-kurangnya 50%, dan di beberapa lokasi mencapai 70% dan umumnya memburuk menjadi 80% sampai akhir Desember 2009.

Sementara pendapatan dan protein bagi masyarakat di Oecusse selama bulan berjalan berkurang, menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak. Bangkai ikan yang diamati di bulan September/ Oktober di daerah barat dan tengah, termasuk, cumi-cumi,hiu dan lumba-lumba ditemukan pertama kali oleh seorang nelayan tua dan pernah menyaksikan ikan lumba-lumba mati di pantai. Ikan lumba-lumba di sepanjang pantai seluruh Oecusse telah lenyap. Penampakan migrasi ikan paus untuk Oktober sampai Desember 2009 kurang dari 10% dibandingkan pada 3 tahun sebelumnya. Sebagian besar jenis ikan sarden,telah lenyap.

Kejernihan air pada pertengahan September hingga Oktober 2009 sangat buruk.
Masyarakat menggambarkannya air laut telah berubah menjadi warna putih menyerupai susu. Sebagian besar pemimpin masyarakat di Oecusse berpikir bahwa mungkin salah satu dewa mereka telah menghukum mereka dengan mengambil ikan itu sehingga mereka malu untuk melaporkan situasi atau untuk berbagi informasi dengan masyarakat lain dan Pemerintah.

Dalam ringkasan survey tersebut, lanjut Tanoni bahwa pada pertengahan bulan September hingga Nopember 2009, arus di laut Timor bergerak sangat kuat sekali dan berputar dari arah Selatan menuju Utara mulai dari Pulau Rote ke Oecusse, melewati Atapupu kemudian ke Alor dan Pulau Sumba dan Pulau Sabu jelas tercemar karena berada persis ditengah serta ada kemungkinan besar pencemaran tersebut menjangkau perairan Laut Flores di Kabupaten Ende. Hasil survey yang dilakukan secara independen oleh saudara Richard Mounsey seorang ahli manajemen perikanan berkebangsaan Australia ini, kata Tanoni tidak perlu diragukan lagi karena apa yang dikemukakan ini sama persis seperti yang dirasakan dan dialami oleh seluruh masyarakat yang mendiami Timor
Barat, Rote Ndao,Sabu, Alor dan Sumba selama ini. Akan tetapi, anehnya Pemerintah Indonesia tetap hanya berdiam diri seolah sedang menunggu sesuatu yang tidak pernah diungkapkan, ujarnya

Kupang, Minggu, 10 Januari 2010

Kontak:

Ferdi Tanoni
081 3391 23532

Yayasan Peduli Timor Barat,
(West Timor Care Foundation)
Jalan Perwira 33
Kupang-Timor Barat
Phone/Fax :+62380830191
Email:westtimorcarefoundation@yahoo.com
westtimorcarefoundation@gmail.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar